Kepala Dinas Baru Untuk Pendidikan Aceh Maju

Opini78 Dilihat

 

Oleh
M. DAUD, S.Pd., M.M
Pemerhati Kebijakan Publik dan Pendidikan

Opini.PERGANTIAN pejabat dalam struktur birokrasi sejatinya tidak boleh dipandang sekadar sebagai rutinitas seremonial belaka. Di balik prosesi pelantikan yang biasanya berlangsung singkat, tersimpan sebuah makna penting sebagai momentum untuk menata ulang arah kebijakan, memperbaiki jalannya roda birokrasi, dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang selama ini tertunda.

Jabatan yang diemban oleh seorang pejabat publik bukan hanya soal posisi atau kedudukan, melainkan amanah besar yang menentukan nasib banyak orang.

Begitu pula dengan pelantikan seorang Kepala Dinas Pendidikan Aceh yang baru. Kehadirannya langsung menimbulkan gelombang harapan di hati masyarakat, khususnya komunitas pendidikan. Para guru, kepala sekolah, siswa, bahkan orang tua, berharap figur baru ini tidak sekadar hadir sebagai pengganti, melainkan benar-benar membawa perubahan nyata yang bisa dirasakan hingga ke ruang-ruang kelas.

Harapan besar terhadap Kepala Dinas Pendidikan Aceh yang baru bukanlah tanpa alasan. Dunia pendidikan kita kini berada di persimpangan yang penuh tantangan. Jumlah tenaga guru terus bertambah melalui rekrutmen PPPK, sementara dukungan dana dari APBA setiap tahun cukup signifikan. Potensi ini ibarat bahan bakar berlimpah, jika dikelola dengan tepat, mampu mendorong lompatan besar dalam pembangunan sumber daya manusia.

Namun realitas di lapangan masih jauh dari harapan. Hasil asesmen nasional dua tahun terakhir menunjukkan banyak sekolah di Aceh masih berada pada kategori literasi dan numerasi rendah. Artinya, kemampuan dasar membaca, memahami teks, serta berhitung anak-anak kita tertinggal dibanding provinsi lain.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga belum banyak bergerak, padahal kualitas pendidikan sangat menentukan peningkatannya. Belum lagi tingginya angka pengangguran lulusan SMA/SMK yang menandakan adanya jurang antara pendidikan dan kebutuhan dunia kerja.

Karena itu, Kepala Dinas baru tidak boleh sekadar hadir sebagai pengisi kursi jabatan. Ia harus tampil sebagai motor perubahan dengan terobosan berani dan gagasan segar. Tugas ini memang tidak ringan, namun ada tiga agenda mendesak yang patut menjadi prioritas. Pertama, menata kepemimpinan cabang dinas yang masih banyak dijalankan oleh pejabat Plt. Kedua, mendefinitifkan kepala sekolah agar kepemimpinan di satuan pendidikan lebih kuat. Ketiga, menjaga konsistensi kebijakan mutu, sehingga program pendidikan tidak berhenti pada slogan, melainkan benar-benar dijalankan secara berkesinambungan.

Kepemimpinan di Cabang Dinas

Cabang Dinas Pendidikan di kabupaten/kota adalah ujung tombak. Mereka yang bersentuhan langsung dengan kepala sekolah, guru, hingga orang tua. Namun, hingga kini masih ada cabang dinas yang dipimpin oleh pejabat pelaksana tugas (Plt). Kondisi ini menciptakan ketidakpastian, sebab seorang Plt tidak memiliki otoritas penuh dalam mengambil keputusan strategis.

Akibatnya, banyak kebijakan tertunda. Misalnya, distribusi guru yang semestinya bisa diputuskan cepat, menjadi lamban karena keterbatasan kewenangan. Koordinasi dengan pemerintah kabupaten juga tidak optimal, karena pejabat Plt kerap dipandang kurang memiliki legitimasi. Situasi ini merugikan sekolah dan siswa, yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari kebijakan pendidikan.

Kepala Dinas baru harus segera menyegerakan proses penetapan kepala cabang yang definitif. Mekanismenya dapat dilakukan melalui seleksi terbuka yang objektif dan akuntabel. Dengan kepemimpinan yang kuat di cabang, setiap program provinsi akan lebih mudah diterjemahkan ke dalam tindakan nyata di lapangan.

Status Kepala Sekolah

Persoalan lain yang mendesak adalah status kepala sekolah. Hingga kini, masih banyak sekolah di Aceh yang dipimpin oleh kepala sekolah berstatus Plt. Ini adalah persoalan serius. Kepala sekolah merupakan pemimpin visioner di satuan pendidikan. Mereka bertugas menggerakkan guru, mengelola anggaran, membangun jejaring, serta menciptakan budaya sekolah yang sehat.

Jika kepemimpinan di sekolah hanya dijalankan oleh Plt, maka otoritasnya lemah. Banyak kebijakan tidak berani dijalankan secara penuh, karena Plt dianggap sekadar “penjaga kursi” sementara. Bahkan dalam hal pengelolaan dana BOS, status Plt sering kali menimbulkan keraguan administratif. Hal ini tentu berdampak pada keberlangsungan program belajar mengajar.

Kepala Dinas baru harus memprioritaskan pendefinitifan kepala sekolah. Mekanisme seleksi perlu dilaksanakan sesuai regulasi, berbasis merit, dan bebas dari praktik politik. Hanya dengan kepala sekolah definitif, sekolah dapat berjalan dengan arah yang jelas, terukur, dan berkelanjutan.

Konsistensi Kebijakan Mutu

Selain soal kepemimpinan, tantangan besar lainnya adalah konsistensi dalam peningkatan mutu. Aceh sudah banyak memiliki program pendidikan, mulai dari beasiswa, peningkatan kompetensi guru, hingga penguatan sarana-prasarana sekolah. Namun persoalannya adalah kesinambungan. Setiap kali terjadi pergantian pejabat, program lama kerap dihentikan dan diganti dengan program baru yang belum tentu lebih baik.

Kebijakan yang berubah-ubah ini justru membingungkan satuan pendidikan. Guru dan kepala sekolah seakan menjadi korban eksperimen kebijakan. Padahal, pendidikan memerlukan konsistensi dan keberlanjutan. Program yang baik harus dijaga, diperbaiki, dan dilanjutkan, bukan dihentikan hanya karena ganti pejabat.

Jika kita menilik data, masih banyak PR besar pendidikan Aceh. Berdasarkan laporan BPS, angka rata-rata lama sekolah di Aceh masih di bawah 10 tahun, artinya sebagian besar masyarakat kita belum menamatkan pendidikan menengah atas. Sementara itu, angka pengangguran terbuka lulusan SMK masih menempati urutan cukup tinggi dibanding provinsi lain.

Hal ini menandakan ada kesenjangan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Kepala Dinas baru harus mampu menjembatani gap tersebut melalui program link and match antara sekolah dengan industri. SMK harus diperkuat agar lulusannya benar-benar siap kerja, sementara SMA harus diarahkan agar siswanya siap melanjutkan ke perguruan tinggi dengan kualitas akademik yang memadai.

Harapan Baru

Masyarakat Aceh menanti sosok Kepala Dinas baru yang berani mengambil langkah strategis, tidak terjebak dalam rutinitas birokrasi, dan berani melawan arus kepentingan politik yang kerap menyandera pendidikan. Figur baru ini harus mampu mendengar suara guru di lapangan, memahami kegelisahan kepala sekolah, dan memberikan solusi nyata bagi siswa yang menanti kualitas layanan pendidikan yang lebih baik.

Jika kepemimpinan di cabang dinas definitif, kepala sekolah sudah dilantik secara sah, dan program mutu dijalankan dengan konsisten, maka pendidikan Aceh akan memiliki fondasi yang kokoh untuk melangkah maju. Generasi muda Aceh tidak boleh lagi menjadi korban ketidakpastian birokrasi. Mereka berhak atas masa depan yang cerah melalui pendidikan yang bermutu.

Kepala Dinas baru bukan hanya simbol perubahan, tetapi harapan yang dititipkan oleh jutaan masyarakat Aceh. Harapan itu sederhana: hadirkan kepemimpinan yang kuat, pastikan kebijakan berjalan konsisten, dan jadikan sekolah sebagai rumah yang nyaman untuk belajar dan bertumbuh.

Jika langkah-langkah mendesak ini segera dikerjakan, maka cita-cita menjadikan Aceh Hebat di bidang pendidikan bukanlah slogan kosong, melainkan kenyataan yang bisa dirasakan oleh setiap siswa, guru, dan orang tua. <m.daudkutabinjei@gmail.com>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *