Reforma Agraria: Langkah Strategis Menuju Kedaulatan Pangan dan Keadilan Sosial.

Blog18 Dilihat

 

BUSERSIAGA, COM

Dalam dua bulan terakhir, Jakarta dan beberapa kota di daerah dipenuhi aksi massa dengan ragam tuntutan, mulai dari kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, hingga isu sosial, ekonomi, politik, dan korupsi. Aksi ini melibatkan tidak hanya mahasiswa yang dikenal sebagai pelopor, tetapi juga buruh, petani, nelayan, dan kaum miskin lainnya. Khususnya, petani mengangkat isu krusial terkait konflik agraria, yang menjadi akar ketimpangan penguasaan sumber daya alam.

 

Seperti disampaikan Presiden Prabowo Subianto, lebih dari 50% sumber daya alam dan tanah dikuasai oleh kelompok “serakahnomics,” yang terdiri dari pihak asing yang menggerogoti bangsa, oligarki, dan pejabat korup. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mengonfirmasi adanya ketimpangan penguasaan lahan yang parah, dengan mayoritas petani hanya menguasai lahan yang sangat kecil (kurang dari 0,5 hektare) dan jumlah petani skala kecil meningkat. Isu agraria menjadi hulu dari program hilirisasi sumber daya alam (SDA) dan kedaulatan pangan. Tanpa akses petani terhadap tanah dan air, ditambah keterbatasan modal, teknologi, dan jaminan pasar, kemiskinan—bahkan kemiskinan ekstrem—akan terus mengancam. Berdasarkan laporan BPS 2024, 9,36% penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan, dengan mayoritas berada di wilayah pedesaan yang bergantung pada sektor pertanian.  Artinya bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor dengan konsentrasi penduduk miskin terbesar. Pada Maret 2024, hampir setengah (47,94%) dari penduduk miskin ekstrem di Indonesia bekerja di sektor pertanian, ini menunjukkan adanya kerentanan ekonomi yang tinggi di kalangan petani dan pekerja pertanian (buruh).

 

Untuk mengatasi permasalahan ini, Serikat Tani Nelayan (STN) mendesak pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk segera merevisi Perpres Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria. Revisi ini harus memasukkan organisasi massa tani sebagai mitra strategis dalam Tim Percepatan Reforma Agraria Nasional dan turunannya dalam hal ini Gusgus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang selama ini masih belum meluas dan cenderung tertutup pembentukan oleh ATR/BPN adi daerah. Sebagaimana Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 4046/SK-LR.02.01/VII/2025 tanggal 03 Juli 2025, organisasi tani telah ditetapkan sebagai mitra strategis reforma agraria. Sangat tidak logis jika percepatan reforma agraria dilakukan tanpa melibatkan organisasi yang secara langsung memperjuangkan hak-hak agraria petani, yang telah terbukti aktif dalam menyelesaikan kasus konflik agraria.

 

Kami juga menyoroti komposisi Tim Percepatan Reforma Agraria Nasional yang saat ini belum melibatkan semua unsur terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup yang kini terpisah dari Kementerian Kehutanan dan K/L lainnya. Kehadiran organisasi massa tani dalam tim ini akan memastikan aspirasi petani tersampaikan secara langsung, mempercepat penyelesaian konflik agraria, dan mendukung terwujudnya kedaulatan pangan. Data Kementerian ATR/BPN menunjukkan bahwa hingga 2024, baru 26% dari target redistribusi lahan reforma agraria sebesar 9 juta hektar yang terealisasi, menunjukkan urgensi percepatan yang lebih inklusif dan progresif.

 

Reforma agraria yang konsisten, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945, adalah langkah nyata menuju kemakmuran rakyat sebagaimana sila kelima Pancasila. Kami mendukung penuh kepemimpinan Presiden Prabowo untuk mengonsolidasikan persatuan nasional, dimulai dari lapangan agraria. Ini adalah syarat utama menjaga keamanan dan kesatuan nasional.

 

Kami menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk bersatu mendukung percepatan reforma agraria yang berkeadilan. Bersama, kita wujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

 

 

Jakarta, 01 Oktober 2025

Ahmad Rifai
Ketua Umum Serikat Tani Nelayan (STN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *