Oknum Dinas PUPR Terancam di Polisikan, Kasus Penyerobot Lahan Tanpa Izin di Aceh Jaya

Banda Aceh87 Dilihat

Banda Aceh | Oknum mantan Penjabat Pelaksana Tehnik Kegiatan (PPTK) di dinas PUPR Aceh Jaya berinisial AZ Terancam di polisikan oleh Masyarakat pemilik lahan dalam delik kasus penyerobot lahan tanpa izin. hal ini di sampaikan Mustafa Adullah, SE, kepada wartawan Senin, (29/6/2020)

“Kasus ini sudah lama di laporkan masyarakat ke Penegak Hukum, lantaran dinas PUPR Aceh Jaya tidak berniat untuk menyelesaikan permasaalahan ganti rugi lahan kami yang telah dibangun saluran Irigasi Jumbo sejak Tahun 2015 sampai 2020,” Kata Mustafa Abdullah.

Menurut Infomasi dari berbagai Sumber mengatakan. Proyek APBN anggaran tahun berjalan atau (red.Mutiyes) dibawah Dinas PUPR Aceh Jaya yang di kerjakan oleh rekanan diduga tanpa plang kontrak sarat masalah.

Pasalnya proyek saluran Irigasi Jumbo tahap pekerjaan terakhir di tahun 2019 sudah selesai, Namun belum ada ke jelasan pembayaran ganti rugi hingga sekarang

“Puluhan KM dengan lebar lebih kurang 35 meter menilai dinas PUPR Aceh Jaya telah memaksa kehendak mengeruk lahan perkebunan masyarakat dengan alasan sudah ada kesepakatan bersama antara masyarakat dengan Dinas tersebut”, katanya

Kata Mustafa lagi, belakangan beredar Infomasi proyek saluran Irigasi Jumbo sumber APBN, untuk Kebutuhan masyarakat tidak disediakan dana ganti rugi lahan dan itu di setujui oleh masyarakat umum

Belakangan menuai protes dari masyarakat pemilik lahan, dan mendesak dinas PUPR Aceh Jaya untuk segera melakukan ganti rugi, tidak terima lahan mereka diserobot tanpa Izi disaat proyek sedang berjalan pada tahun 2015.

Muhidi Daaud abang kandung Mustafa Abdullah mengatakan. demikian juga dengan lahan perkebunan kami yang diserobot pihak tidak bertanggung jawab sepanjang 4000 Meter lebih kurang dan lebar 35 meter, kini tersisa lahan sebelah kanan 6 meter – selah kiri 6 meter, Dinas enggan membayar dengan alasan karena ada persetujuan bersama untuk mengaliri irigasi air kesawah untuk kebutuhan umum.

Kata Mustafa lagi, lahan perkebunan yang diserobot oleh dinas terkait adalah dibeli dari masyarakat setempat di lamno jaya selain memiliki surat dan legalitas yang jelas.

“yang menjadi pertanyaan kami kepada Pemkab Aceh Jaya melalui dinas PUPR, apakah wajar lahan pribadi kami yang diserobot tanpa izin tidak ada pembayaran ganti rugi. ujar Mustafa Abdullah.

Mustafa menegaskan, agar di ketahui, Sejengkal pun lahan masyarakat alih pungsikan wajib membayar tanpa kecuali, baik itu kebutuhan yang sifatnya untuk pambangunan masyarakat, dan negara berhak membayar pembebasan lahan tersebut sesuai ketentuan harga pasaran di daerah

“tidak sembarang penyerobot lahan masyarakat tanpa Izin sebagaimana sekarang ini boleh dikatakan sudah termasuk perampasan hak orang melawan hukum Pidana 4 Tahun penjara sebagaimana disebut KUHP Pasal 385.” Terang Mustafa Abdullah.

Ia menarangkan. Kasus penyerobotan lahan dilakukan oleh oknum dinas PUPR Aceh Jaya, keuchik pernah minta izin kepada abang saya bahwa lahan perkebunan miliknya kemungkinan terkena bangunan saluran aliran air Irigasi ke sawah untuk kebutuhan masyarakat umum.

Muhidin Daud menyampaikan pada saat itu. jika memang untuk kebutuhan masyarakat yang butuh bangunan Musalla, rumah Sekolah kepentingan masyarakat silakan di ambil seberapa bisa digunakan akuinya.

“Maksudnya, silakan ambil seberapa bisa artinya bukan tanpa ada proses ganti rugi, dalam catatan perlu adanya Negosiasi ketentuan harga lahan berapa per meter yang harus dibayar, ternyata hal ini tidak dilakukan oleh pemerintahan maupun aparatur keuchik gampong, tahu-tahu rekanan sudah menyerobot lahan kami, tanpa negosiasi lanjutan,” Sesal Mustafa Abdullah.

Mustafa menegaskan. bicara masalah bangunan saluran Irigasi dan kebutuhan masyarakat tidak ada ganti rugi, sangat keliru, meskipun kebutuhan masyarakat umum Pemerintah wajid membebaskan lahan yang di jadikan bangunan, apa lagi Proyek APBN, pusat tidak main main soal itu, pusat tidak sedikit kucurkan dana pembebasan lahan. justru itu yang paling utama.

Harapan kami kasus ini ada baiknya secepat mungkin di selesaikan secara kekeluargaan sebelum kasus ini di lapor masyarakat kepenegak hukum Polda Aceh, maupun ke Pusat, maka akan menjadi temuan di kemudian hari siapaun yang terlibat akan diminta pertanggung jawaban di kemudian hari.

Oleh karena itu jika tidak ada solusi akan kami laporan ke penegak hukum dan tidak tertutup kemungkinan selain soal penyerobotan lahan juga akan muncul masalah Visik Bangunan lainnya. Demikian papar Mustafa Abdullah, SE, Ketua Umum Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Aceh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *