Hamdan Budiman
Jurnalis Tinggal Di Banda Aceh
Editorial.Pemberian otonomi khusus kepada Aceh adalah bagian dari upaya pemerintah pusat untuk memberikan kesempatan bagi daerah tersebut dalam mengelola sumber daya dan kekayaan lokal secara efektif.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa dana otonomi khusus (otsus) yang seharusnya dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat Aceh justru sering kali disedot oleh instansi vertikal.
Hal ini tidak hanya melanggar aturan yang ada, tetapi juga merusak semangat otonomi yang seharusnya mengutamakan kemandirian dan keadilan bagi rakyat Aceh.
Aturan mengenai pengelolaan dana otsus telah dirumuskan dengan jelas dalam regulasi yang berlaku. Dana tersebut ditujukan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan layanan publik, dan memfasilitasi program-program yang dapat memajukan perekonomian daerah.
Namun, praktik yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa dana tersebut sering kali dialokasikan untuk kepentingan instansi vertikal yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat Aceh.
Hal ini menyebabkan alokasi dana yang tidak tepat dan memperlemah posisi pejabat pelaksana yang seharusnya berwenang dalam mengelola dana tersebut.
Salah satu faktor yang memperburuk situasi ini adalah adanya pengaruh dari kekuatan luar Aceh, yang sering kali menghadirkan kepentingan mereka sendiri dalam pengelolaan dana otonomi khusus.
Tekanan dari sektor luar, serta intervensi politis yang kurang bijaksana, menciptakan ketidakpastian bagi pejabat pelaksana di Aceh.
Mereka terjebak dalam dilema antara menjaga kepentingan lokal dan memenuhi tuntutan dari luar yang lebih berpengaruh.
Situasi ini menciptakan jaring permasalahan yang kompleks dan mengakibatkan lemahnya pengawasan serta akuntabilitas penggunaan dana.
Dalam hal ini, sudah saatnya instansi vertikal di Aceh untuk berhenti menyedot dana otonomi khusus.
Mereka harus menghormati aturan yang ada dan menjalankan fungsinya secara profesional dan bertanggung jawab.
Pemerintah pusat juga perlu menegaskan kebijakan yang mendukung penguatan otonomi daerah dan menjamin bahwa dana otsus digunakan untuk kepentingan masyarakat Aceh.
Kejelasan regulasi dan penegakan hukum yang tegas harus diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan dana dan memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
Penting bagi masyarakat Aceh untuk bersuara dan memperjuangkan hak mereka atas dana otonomi khusus yang seharusnya memberikan manfaat langsung kepada mereka.
Dengan cara ini, diharapkan tercipta kesadaran kolektif bahwa pengelolaan dana otsus harus dilakukan dengan integritas dan komitmen untuk mensejahterakan rakyat, bukan untuk kepentingan instansi vertikal yang lebih mengutamakan keuntungan mereka sendiri.
Akhirnya, otonomi khusus seharusnya menjadi momentum bagi Aceh untuk bertransformasi menuju daerah yang lebih mandiri dan sejahtera.
Dengan menghentikan praktik penyedotan dana yang tidak sesuai, diharapkan Aceh dapat mewujudkan visi dan misinya dalam mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.