DPRA Gelar RDPU Bahas Rancangan Qanun Aceh Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi

Parlementaria325 Dilihat

 

Banda Aceh.Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui Komisi V menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Transmigrasi di ruang Serba Guna DPRA, Selasa (21/10). Kegiatan ini dihadiri oleh unsur Pemerintah Aceh, akademisi, kepala daerah kabupaten/kota, lembaga vertikal, organisasi masyarakat sipil, para peneliti serta insan pers.

 

Dalam sambutan Pimpinan DPRA yang diwakilkan Rijaluddin, S.H, M.H., Pimpinan Komisi V DPRA menegaskan bahwa pelaksanaan RDPU merupakan amanat Pasal 22 Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun, yang menegaskan hak masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan maupun tertulis terhadap setiap rancangan qanun. “Forum ini adalah ruang dialog terbuka bagi semua pihak untuk menyampaikan pandangan, masukan, maupun kritik konstruktif agar rancangan qanun yang dihasilkan benar-benar aspiratif dan implementatif,” ujar Rijaluddin dalam pidatonya.

 

Rancangan Qanun yang sedang dibahas ini disusun dengan landasan hukum dan pertimbangan khusus terhadap kekhususan dan keistimewaan Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Qanun ini bertujuan menjadi pedoman dalam penyelenggaraan transmigrasi di Aceh yang sejalan dengan nilai-nilai keislaman, adat, keadilan sosial, serta kelestarian perdamaian Aceh.

 

Substansi Rancangan Qanun ini menekankan bahwa transmigrasi bukan hanya pemindahan penduduk, tetapi juga bagian dari strategi pembangunan wilayah dan pemerataan ekonomi. Program transmigrasi diarahkan untuk membuka kawasan terpencil, memperkuat ketahanan pangan, serta mengurangi kesenjangan antar wilayah antara kawasan perkotaan dan perdesaan.

 

Secara khusus, rancangan qanun ini memperkenalkan skema Transmigrasi Lokal Aceh (TLA), yakni program yang diprakarsai oleh Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota untuk menempatkan warga Aceh di wilayah transmigrasi dengan prioritas bagi fakir miskin, mantan kombatan, korban bencana, dan masyarakat terdampak pembangunan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah menjamin prinsip keadilan, transparansi, dan partisipasi masyarakat.

 

Rijaluddin menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dan akademisi dalam memberikan masukan agar setiap aspek sosial, budaya, lingkungan, serta hak kepemilikan lahan mendapat perhatian dalam implementasi qanun. “Qanun ini harus menjawab tantangan masa kini—mulai dari keadilan sosial, kemandirian ekonomi, hingga keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.

 

Selain mengatur tata kelola dan kewenangan pemerintah dalam bidang transmigrasi, Rancangan Qanun ini juga memuat ketentuan mengenai revitalisasi lokasi transmigrasi lama, penyelesaian konflik pertanahan, serta pengelolaan aset dan data transmigrasi Aceh melalui sistem informasi terpadu.

 

DPRA berharap hasil dari RDPU ini dapat memperkaya naskah rancangan qanun agar benar-benar mencerminkan kepentingan masyarakat Aceh secara luas. “Kami ingin produk hukum ini menjadi hasil kerja kolektif seluruh elemen masyarakat Aceh—bukan semata hasil kerja legislatif,” tutup Rijaluddin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *