Kordinator Front Anti Kejahatan Sosial (FAKSI) Aceh, Ronny H, mendorong DPRK Aceh Timur serius menghadapi persoalan warga lingkar tambang, dan bersikap tegas pada pihak perusahaan gas PT. Medco E & P Malaka.
Pernyataan itu ia sampaikan pasca pertemuan antara pihak perusahaan, DPRK Aceh Timur, dengan sejumlah warga yang mengeluh soal bau busuk yang menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan berkepanjangan.
” Kebetulan kami ikut memantau pertemuan itu, tapi kesannya DPRK loyo di depan pihak perusahaan, meski pun masyarakat sudah jelas – jelas menjerit, menangis mengadukan nasib yang dialaminya, namun seolah itu cuma dianggap pengaduan biasa, memang ada beberapa dewan yang vokal, tapi juga kayaknya tidak bisa berbuat banyak, padahal dewan punya kekuasaan yang jauh lebih besar dari itu,” kata Ronny, Minggu, 1 Januari 2023.
Aktivis HAM itu juga sangat menyayangkan, pertemuan yang sepi pemberitaan itu, hanya membahas soal bau busuk yang diduga berasal dari aktifitas perusahaan tersebut, meski pun pihak perusahan membantahnya. Padahal ada sekelumit persoalan penting yang mesti diluruskan dan dipertanyakan terkait perusahaan yang telah bertahun – tahun mengeruk hasil kekayaan alam Aceh Timur itu.
” Aneh, pertemuan itu terkesan sepi pemberitaan, hanya ada beberapa teman – teman media yang kritis yang hadir dan menayangkan berita yang sangat penting bagi hajat hidup orang banyak tersebut, padahal humas perusahaan juga mondar – mandir di situ, dan anehnya lagi koq yang dibahas dalam pertemuan penting itu cuma soal bau busuk, apakah perusahaan itu cuma dianggap penghasil bau busuk? kenapa tidak membahas soal bagi hasil ke daerah dan apa manfaatnya bagi masyarakat terhitung sejak awal berdirinya perusahaan itu?” ketus Ronny.
Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu juga sangat menyesalkan ulah pihak perusahaan yang dalam pertemuan itu terkesan terus – menerus menyangkal kondisi yang dikeluhkan dan diderita masyarakat setempat.
” Aneh, sudah berkali – kali kejadian masih dibantah, kalau bau busuk itu bukan dari aktifitas perusahaan, lalu darimana? apa dari bau kentut pihak perusahaan, atau bau mulut mereka? sampai menyebabkan orang muntah – muntah dan mesti dilarikan ke RS? anehnya lagi legislatif dan eksekutif seolah tidak berdaya menghadapi argumen – argumen dari pihak perusahaan itu, ada apa sebenarnya dengan mereka itu?” ketus pengkritik cadas yang dikenal concern soal kemiskinan, pengangguran, demokrasi dan hak asasi manusia tersebut.
Dia mendesak dewan membentuk pansus, dan bila perlu mengusulkan pencabutan izin operasi perusahaan, hingga semua problem yang timbul dapat diselesaikan secara berkeadilan.
” Masyarakat mesti bersatu dan berseru agar dewan bekerja serius dan maksimal, membentuk pansus, bila perlu cabut dulu itu izin perusahaan itu, sampai semua persoalan yang mengganjal bisa diselesaikan dengan baik, secara jelas dan memuaskan bagi masyarakat, kita semua ini sangat mendukung segala bentuk investasi ke daerah kita ini, tapi mesti lah investasi yang berkeadilan, bukan akal – akalan, apalagi ugal – ugalan,” ketus putera Idi Rayeuk itu.
Ronny juga mengaku heran, eksekutif – legislatif maupun pihak perusahaan, terkesan tidak pernah mau melibatkan kelompok kritis di Aceh Timur dalam setiap kegiatan atau pertemuan yang membahas persoalan – persoalan penting, terutama yang berdampak pada kehidupan masyarakat.
” Aneh sekali, kelompok kritis kayaknya tidak pernah diajak membahas persoalan seperti itu, bahkan pertemuan juga terkesan sering dilakukan tertutup dan diam – diam, serta luput dari jangkauan kami, entah apa itu maksudnya, lucunya lagi yang dibahas kerap seputar persoalan itu – itu saja, dan hasilnya juga gak jauh dari seputar itu – itu juga, ini sudah semacam serial drama yang memuakan,” ketusnya lagi.
Di sisi lain ia membeberkan, tak hanya medco yang mesti disoroti dan dikritisi di Aceh Timur, tapi seluruh perusahaan yang mengeruk keuntungan di Aceh Timur mesti dievaluasi, terutama dari sisi manfaat dan keuntungannya bagi daerah serta masyarakat luas.
” Sebenarnya, ini bukan soal medco saja, tapi juga terkait seluruh perusahaan yang bergerak di bidang apa pun di Aceh Timur mesti dievaluasi konstribusinya, kalau kira – kira enggak beres, mending suruh angkat kaki saja, daripada hanya jadi beban daerah, apalagi bila sempat menyengsarakan masyarakat, eksekutif dan legislatif sudah harus sangat tegas dan keras saat ini berpihak demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, mumpung ini awal tahun baru 2023, bisa jadi dasar bagi semua pihak untuk berbenah, jangan nambah dosa lagi,” pungkas alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya.