Berhentilah Memuji Pejabat, Sebuah Seruan Untuk Kesadaran Anggaran Dan Kepentingan Rakyat

Opini152 Dilihat

 

 

Banda Aceh-Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat terhadap perilaku pejabat publik semakin meningkat, terutama terkait dengan kebiasaan mereka dalam mencari pengakuan dan penghargaan.

Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Syiah Kuala (IKA USK), Amal Hasan, SE, M.Si, dengan lantang mengungkapkan kritiknya terhadap fenomena ini.

Kepada koranaceh.net, Jum’at, 13 Desember 2024, di Banda Aceh, menegaskan bahwa pejabat publik saat ini terlalu suka dipuja dan terjebak dalam seremonial yang minim substansi.

Kecenderungan ini tidak hanya mencerminkan ego pribadi mereka tetapi juga mengisyaratkan penggunaan anggaran publik yang tidak tepat.

Salah satu poin penting yang disoroti oleh Amal Hasan adalah besarnya anggaran yang dialokasikan untuk penghargaan dan anugerah yang sering kali tidak memiliki kontribusi nyata bagi masyarakat.

Pejabat seperti Pj Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang diangkat untuk menjalankan roda pemerintahan, tidak memiliki dasar legitimasi dari pemilihan rakyat.

Mereka tidak memiliki visi dan misi yang jelas, sehingga penggunaan anggaran untuk penghargaan yang seharusnya menjadi bagian dari prestasi yang berdampak langsung kepada masyarakat menjadi sangat meragukan.

Di balik berbagai kegiatan seremonial tersebut, terdapat dugaan bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik malah mengalir ke kantong individu tertentu.

Amal Hasan menekankan bahwa praktik melobi penghargaan sering kali melibatkan alokasi dana yang diambil dari pajak rakyat.

Hal ini semakin mengkhawatirkan mengingat anggaran yang seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru digunakan demi kepentingan gengsi semata.

Lebih lanjut, Amal Hasan juga mengingatkan publik bahwa biaya transportasi dan akomodasi para pejabat yang menerima penghargaan serta pendamping mereka juga diambil dari anggaran negara.

Penggunaan anggaran untuk acara-acara semacam ini menunjukkan ketidakpedulian para pejabat terhadap instruksi Presiden Prabowo Subianto, yang menginginkan agar dana publik digunakan secara bijak dan bermanfaat bagi rakyat.

Fenomena pujian yang tidak berbasis pada kinerja yang nyata juga dapat merusak akuntabilitas pejabat publik. Ketika pengakuan lebih dihargai daripada hasil kerja, maka akan sulit untuk menilai sejauh mana pelayanan publik yang diberikan oleh pejabat tersebut.

Kalimat-kalimat manis dan sorak-sorai tidak boleh menggantikan tanggung jawab nyata mereka untuk menyediakan layanan serta solusi bagi permasalahan yang ada dalam masyarakat.

Maka dari itu, seruan Amal Hasan untuk berhenti memuji pejabat adalah sebuah langkah penting menuju kesadaran kolektif.

Masyarakat perlu kritis dan aktif menuntut akuntabilitas dari para pemimpin mereka. Menghentikan praktik memuja pejabat yang tidak memberikan hasil yang substansial adalah langkah awal dalam menciptakan pemerintahan yang lebih responsif dan bertanggung jawab.

Dalam era dimana transparansi dan akuntabilitas menjadi tuntutan, sudah saatnya bagi kita semua untuk berani bersuara dan menuntut penggunaan anggaran negara yang lebih bijak, serta menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama, bukannya kepentingan individu atau sekadar untuk mendapatkan pengakuan semu.

Mari kita junjung tinggi kepentingan rakyat dan akuntabilitas daripada sekadar menghujani para pejabat dengan pujian kosong.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *