Banda Aceh | Kabupaten Aceh Selatan pada tahun ini hanya mendapatkan alokasi Bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebanyak 131 unit dari sekitar 8000-an unit yang dibangun Pemerintah Aceh pada 2020
“Tentunya jumlah 131 ini relatif kecil dibandingkan dengan total alokasi RTLH pada tahun ini. Setelah kita croschek penyebabnya, ternyata ada kekosongan pengusulan database dari Pemkab ke Provinsi, sehingga jumlah tersebut tak lebih dari kebijaksanaan pihak provinsi saja. Ini tentunya sangat miris, dan harus dijadikan bahan mawas diri,” ungkap Kabid Advokasi Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan Muhammad Hasbar Kuba kepada media, Jum’at (14/02/2019).
Hasbar menjelaskan, pemerintah Provinsi sebenarnya telah lama menyiapkan formulir database bantuan rumah tidak layak huni tersebut. Namun, sangat disayangkan keterlambatan dan masih lemahnya kinerja SKPK terkait di Aceh Selatan membuat alokasi pembangunan RTLH tersebut sangat minim untuk daerah berjuluk negeri pala tersebut.
“Tentunya kita sedih dari 8.000 an unit rumah yang rencana akan dibangun diseluruh Aceh, kabupaten Aceh Selatan hanya mendapat 131 unit. Itu pun untung ada, karena formulir database RTLH yang sudah disiapkan dan diseminarkan menjadi format resmi oleh pihak pemerintah provinsi ternyata tidak ditindaklanjuti dengan baik oleh SKPK terkait di Aceh Selatan,”bebernya.
Menurut koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA), jika SKPK di Aceh Selatan terus menerus lambat untuk menjemput bola ke provinsi dan pusat maka hal ini akan berdampak serius terhadap pembangunan Aceh Selatan sendiri.
“Ada penyakit di SKPK begini, keluar cuma untuk habiskan SPPD tetapi outcome nya nihil. Bahkan SKPK relatif minim untuk melakukan proses jemput bola. Budaya jelek selama ini yang sering kita lihat sudah tidak lakukan jemput bola, kerjaannya begitu turun program bisanya hanya klaim saja. Tentunya Plt Bupati harus melihat hal ini sebagai persoalan serius yang harus dibenahi,” ujarnya.
Masih kata Hasbar, proses pendataan RTLH untuk Aceh Selatan tahun 2021 datanya diharapkan harus benar-benar validasi apalagi pemkab sudah mengalokasikan ratusan juta untuk pendataan tersebut.
“Kalau bisa instansi terkait tidak serta merta menelan data mentah dari Keuchik. Untuk berkoordinasi dengan pihak Gampong itu wajib, tapi untuk validasi harus benar-benar dilakukan langsung ke lapangan sehingga data yang diajukan ke provinsi benar-benar valid sesuai dengan standar database yang sudah ditetapkan dan bukan asal ada saja. Unung-ujungnya yang berhak menerima ditinggalkan, yang tidak berhak justru menerima, kejadian-kejadian seperti itu jangan sampai terulang,” tambahnya.
Hasbar menyebutkan, jika SKPK dibiarkan konsumtif terhadap APBK semata tanpa adanya upaya jemput bola maka cita-cita pembangunan Aceh Selatan Hebat akan sangat sulit terwujud.
“APBK Aceh Selatan itu dominan sudah terserap untuk biaya rutin, jadi jika dibiarkan tanpa upaya jemput program ke provinsi dan pusat maka ini akan memperlambat pembangunan Aceh Selatan itu sendiri. SKPK Jang terus menerus menunggu yang turun lalu klaim bahwa itu kerja kerasnya, padahal usahanya untuk jemput bola sangat minim. Ini tentunya budaya yang sangat menyedihkan dan harus segera dievaluasi, Kasihan kan jika niat baik Plt Bupati Aceh Selatan membangun daerah dikibulin oleh pola dan budaya tidak baik suatu SKPK,”pungkasnya