Rahmatun Phounna aktivis perempuan Aceh:  Minta Wali Nanggroe Tengahi Konflik AKD

Banda Aceh75 Dilihat

Banda Aceh | Bukan Humas Lemkaspa namanya, kalau stetementnya yang membuat publik gelang-geleng kepala, Rahmatun Phounna aktivis perempuan Aceh ini kembali menyorot peran Wali Nanggroe Tengku Malek Mahmud untuk berperan aktif dalam menengahi konflik tarik ulur penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRA, sampai saat ini belum ada titik terang, Jumat (23/1/2020)

Melalui pers rilis yang diterima media ini,  Humas Lembaga Kajian Strategis dan Kebijakan Publik-Lemkaspa, meminta kepada Wali Nanggroe Tengku Malek Mahmud untuk segera menjadi mediator dalam penyelesaian kisrus penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRA yang telah menimbulkan kegaduhan di kalangan publik.

“Peran Wali Nanggroe disina sangat ditunggu oleh masyarakat Aceh dalam proses penyelesaian AKD, sebagai orang yang telah diberikan kepercayaan sebagai pimpinan Lembaga Wali Nanggroe sudah saat menunjukkan peran pemersatu kedua pihak yang sedang bertikai,” kata Phounna

Kisrus penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) akan selasai apabila Tengku Malek Mahmud turun tangan, beliau sebagai pemegang kendali dapat mendapatkan pihak-pihak yang memperebutkan posisi-posisi strategis di DPRA.

Lebih lanjut tambah Phounna, pihak-pihak yang bertikai dalam memperebutkan Alat Kelengkapan Dewan(AKD) sudah saatnya menahan diri untuk saling membangun kerjasama dengan seluruh partai demi kemajuan Aceh kedepan, sikap ego dan ingin menguasai lebih baik dipedam demi kepentingan masyarakat Aceh.

“Semua pihak, partai-partai yang tergabung dalam kualisi maun non kualisi untuk menahan diri, supaya kinerja dan peran Dewan dapat berjalan maksimal kedepan, apabila konflik ini terus berlanjut, maka kedepan akan memperleruh suasan dan menghambat fungsi Legislatif dalam mengawal program kerja Eksekutif,” pungkasnya.

Konflik dalam memperebutkan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) antara partai Kualisi Aceh Bermartabat (KAB) dengan partai Non Kualisi telah menguras energi semua pihak, bagaimanapun, konflik yang terjadi di Gedung perlemen Aceh (DPRA) telah menunjukan kualitas Dewan terhormat sebagai perpanjangan tangan rakyat, belum manpu menunjukan sikap sebagai wakil rakyat.

Seharusnya konflik kepentingan ini dapat diselesai dengan cepat, dengan cara membangun komunikasi lintas partai yang memiliki kursi di DPRA.

“Kita hari ini dapat melihat kualitas Dewan terhormat yang telah diberikan kepercayaan oleh masyarakat, kalau hal kecil seperti tidak sanggub mereka selesaikan, apa lagi menyakut kepentingan Aceh yang berhubungan dengan pusat,” tegas Phounna. (R).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *