Ketua Aliansi Jurnalistik Online Indonesia Tanggamus Menghimbau Agar Semua Anggota AJOI Memahami Kode Etik

Blog42 Dilihat

 

 

 

 

BUSERSIAGA , COM TANGGAMUS  – Pers memiliki kemandirian atau kebebasan dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Namun, kebebasan ini bukan berarti kebebasan tanpa batas untuk mencampuri  bahkan merampas hak orang lain. Ada juga pasal yang mengatur kebebasan tersebut. Salah satunya adalah Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik adalah “mahkota” dan “hati nurani” di hati setiap jurnalis.

 

 

Pelaksanaan kode etik jurnalistik merupakan salah satu barometer seberapa baik amanat yang diberikan kepada pers oleh masyarakat dilaksanakan. Oleh karena itu, sangat penting bagi jurnalis untuk memahami dan mengikuti pedoman etika jurnalistik.

 

 

Memahami dan menata kode etik jurnalistik tidak bisa ditawar lagi. Penerapan kode etik jurnalistik oleh jurnalis merupakan bagian penting dari proses kerja kreatif jurnalis dalam menyajikan berita. Kode jurnalistik harus secara otomatis dimasukkan ke dalam semua motif, teknis, dari jiwa jurnalis, Kata Budi Hartono ketua DPC AJOI Tanggamus, saptu 19 Oktober 2024.

 

Lebih jelas BUDI memaparkan, Kode etik jurnalistik tidak hanya merupakan nilai ideal sebagai pedoman, petunjuk dan syarat profesi, tetapi juga harus terkait langsung dengan praktik jurnalistik.

 

 

Dengan kata lain,  ketidakpatuhan terhadap kode etik jurnalistik ibarat kapas yang tersesat tanpa arah yang jelas. Tentu saja, jika itu terjadi, itu akan menjadi kesalahan besar dan mendasar bagi jurnalis.

 

 

Pada kenyataannya, penerapan  kode etik jurnalistik kurang mendapat perhatian. Di tengah perkembangan media online yang pesat saat ini, ada kesan kuat bahwa beberapa jurnalis tidak menghormati atau mengikuti standar etika. Banyak orang mencari berita di media online.

 

 

Fenomena ini dapat terjadi karena perkembangan berita online juga melipatgandakan jumlah dan tingkat keparahan kapasitasnya menawarkan pilihan berita terbaru dengan cepat dan mudah diakses dibandingkan dengan penggunaan dan penyebaran berita oleh media massa tradisional, cetak dan informasi siaran, katanya.

 

 

Pers memiliki kemandirian atau kebebasan dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Namun, kebebasan ini bukan berarti kebebasan tanpa batas untuk mencampuri  bahkan merampas hak orang lain. Ada juga pasal yang mengatur kebebasan tersebut. Salah satunya adalah Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik adalah “mahkota” dan “hati nurani” di hati setiap jurnalis.

 

 

Pelaksanaan kode etik jurnalistik merupakan salah satu barometer seberapa baik amanat yang diberikan kepada pers oleh masyarakat dilaksanakan. Oleh karena itu, sangat penting bagi jurnalis untuk memahami dan mengikuti pedoman etika jurnalistik, harap Budi.

 

 

Faktor utama penyebab terjadinya pelanggaran kode etik jurnalistik adalah faktor ekonomi . Dari segi ekonomi, media online lebih ditujukan untuk online rating per click, yang tentunya berkaitan dengan profit orientation, pembentukan modal dan perhitungan profit.

 

Faktor ekonomi lainnya antara lain minimnya anggaran operasional sehingga minimnya produksi berita, pelatihan jurnalis baru dan terbatasnya SDM jurnalis industri, serta perilaku spontanitas dan pragmatis beberapa penggiat media online.

 

 

Persaingan  yang antar media membuat para jurnalis media online menyisipkan opini pribadinya dalam pemberitaannya secara berlebihan atau sensasional dan tidak mendasarkan pada fakta sebagaimana adanya.

 

 

Hal ini bertentangan dengan etika jurnalistik, wartawan harus memiliki sikap objektif, terkait objektivitas informasi dan makna atau pentingnya informasi tersebut bagi masyarakat. Berita yang berimbang, adil, dan tidak memihak menjadi tuntutan bagi media online bagaimana publik menerima informasi yang berkualitas. Namun lagi-lagi demi keuntungan dan rating kode etik tidak lagi menjadi pedoman.

 

 

Di tengah kebebasan pers yang begitu besar, pers belum secara optimal meningkatkan sumber dayanya sendiri. Situasi seperti itu harus diperbaiki secara sistematis dan terus menerus. Jika pengetahuan, pemahaman dan penataan kode etik jurnalistik tidak segera diberikan, maka pers bisa menjadi liar dan tidak terkontrol.

 

 

Semakin independen pers, semakin penting untuk menerapkan dan merancang kode etik jurnalistik. Jika media online terus melakukan pelanggaran, tidak menutup kemungkinan suatu saat publik akan mempertanyakan konten media apa yang akurat dan terpercaya. Media meyakini kebebasan pers, namun sebagai media mereka harus berpegang pada kode etik jurnalistik dalam pemberitaannya.( Red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *