Banda Aceh | Sebagian besar Organisasi Mahasiswa (Ormawa) di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (FSH UIN) merasa dicurangi oleh sistem demokrasi yang diterapkan dalam hasil sidang Musyawarah Besar (Mubes) yang telah ditetapkan oleh Presidium Sidang tentang pemilihan ketua lembaga Fakultas Syariah dan Hukum, Rabu (01/01/2020).
Sebagian besar aliansi Ormawa se-Fakultas Syariah dan Hukum yang terdiri atas Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Keluarga, HMPS Hukum Pidana Islam, HMPS Hukum Tata Negara dan HMPS Ilmu Hukum menyatakan sikap penolakan terhadap hasil Mubes sepihak yang menyatakan gugurnya Calon Gubernur Mahasiswa FSH yaitu Ikbal Afzal.
Penolakan tersebut mereka sampaikan dalam agenda jumpa Pers di UIN Ar-Raniry serta mengungkapkan kekecewaan terhadap hasil Mubes FSH yang ditetapkan oleh Presidium Sidang. Menurut mereka, dalam hal Mubes tersebut dicurigai adanya permainan politik sepihak dari Presidium Sidang yang terjadi di salah satu fakultas terbesar di kampus UIN Ar-Raniry tersebut.
“Pihak aliansi kami merasa dicurangi serta diperlakukan tidak adil dan tidak sewajarnya pada sidang Mubes. Padahal aturan Mubes yang telah disepakati adalah harus lebih dari 50 orang atau 50+1, namun Presidium Sidang melanggar aturan tersebut dan tetap melanjutkan Mubes tanpa adanya kami dalam forum istimewa tersebut. Dalam hal ini, kami 4 dari total 6 lembaga di fakultas, menolak hasil kecurangan Presidium Sidang!”, tegas Ketua Umum HMP Hukum Keluarga, Ikhwan Karazi Alsabi kepada awak media.
Selanjutnya, HMP Hukum Tata Negara yang dipimpin oleh Jumadil, menyatakan sikap untuk mendukung Ikbal Afzal sebagai Gubernur Mahasiswa yang sah dan mengecam demokrasi busuk yang ditetapkan oleh Presidium Sidang Mubes, SEMA dan Panitia KPR (komisi Pemilihan Raya).
“Kami mengecam dan menolak demokrasi busuk Presidium Sidang, KPR maupun SEMA, kami 4 dari total 6 lembaga di Fakultas Syariah dan Hukum tetap menyatakan Ikbal Afzal sebagai Gubernur Mahasiswa yang sah dan menolak hasil Mubes sepihak dan curang.
“Kalau berbicara keadilan padahal pada tanggal 26 Desember 2019 kemarin sudah sangat jelas, yang seharusnya harus sesuai dengan AD/ART. Jika Anggota mubes tidak sampai 50% + (ditambah) 1, maka forum harus discor. Hal itu sudah terjadi di kedua belah pihak. Ketika terjadi di pihak paslon 02 pada tanggal 27 Desember 2019. KPR dan SEMA menunda mubes sampai lebih dalam peraturan, sedangkan ketika terjadi sama di paslon 01 pada tanggal 31 kenapa KPR dan SEMA dapat melanjutkannya sesuai dengan peraturan?”, ujar Jumadil.
“Seharusnya KPR harus bertindak adil dalam memegang jabatan sebagai komisi yang independen serta profesional! Karena suksesnya suatu pemilihan itu dikarenakan oleh KPR itu sendiri, bukannya malah meribetkan dan tidak konsisten dalam mekanisme pemilihan”, tegasnya.ujar Jumadil.
Kemudian Iqbal Maulana selaku Ketua Umum HMP Ilmu Hukum, mengatakan bahwa pihak mereka ingin adanya keterbukaan dari panitia Mubes serta pejabat lembaga se-Fakultas Syariah dan Hukum terkait permasalahan besar ini.
“Kami menekan bahwasanya masalah ini harus selesai dan jangan berlarut-larut! Jika masalah ini tidak bisa selesai, maka kami akan gugat sampai ke akar-akarnya siapa dalang dibalik masalah ini. Demokrasi kita dikebiri, kami anak hukum dan kami paham hukum, bukan asal bicara”, ungkap Iqbal Maulana.
Terakhir, Plt. Ketua Umum HMP Hukum Pidana Islam, Aji Herlambang, mengharapkan solusi dari pihak dekanan terutama dari Wakil Dekan III, terkait permasalahan yang tidak bisa selesai ini.
“Kami menuntut pihak dekanan terkhusus untuk Wakil Dekan III untuk mencari solusi dan mengadakan forum diskusi terkait masalah ini. Forum diskusi harus berisikan ketua-ketua lembaga dan pihak Komisi Pemilihan Raya tentunya. Solusi yang kami tawarkan ini agar terciptanya keterbukaan, jangan sampai masalah ini menciptakan mindset bahwa buruknya demokrasi di Fakultas Syariah dan Hukum yang kita cintai ini”, tutupnya.