Banda Aceh Diskusi publik antara Wakil Ketua II Perhapi, Ir. Nurul Kamal, S.T., M.Eng. (Dosen Teknik Pertambangan Universitas Syiah Kuala/USK) bersama Dr. Elly Sufriadi, M.Si. (Dosen Kimia FMIPA USK), serta perwakilan Komisi III DPRA menegaskan bahwa legalitas tambang rakyat di Aceh merupakan kebutuhan mendesak.
Selama ini, praktik tambang rakyat di Aceh berjalan tanpa payung hukum yang jelas dan cenderung jauh dari prinsip Good Mining Practice (GMP) sebagaimana diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 1827 Tahun 2018. Kondisi tersebut berisiko menimbulkan dampak serius, baik terhadap keselamatan para penambang, pendapatan masyarakat, maupun kelestarian lingkungan.
“Legalitas tambang rakyat bukan hanya soal aturan, tetapi juga tentang keselamatan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. Tanpa kerangka hukum, para penambang beroperasi dalam ketidakpastian dan rentan terhadap bahaya dan risiko yang seharusnya dapat dicegah,” tegas Ir. Nurul Kamal.
Sementara itu, Dr. Elly Sufriadi menekankan urgensi aspek lingkungan. “Tanpa tata kelola yang benar berbasis ESG, aktivitas tambang rakyat berpotensi mencemari lingkungan secara permanen. Legalitas akan memastikan adanya kontrol dan standar yang bisa melindungi masyarakat dan generasi mendatang,” jelasnya.
Saat ini, menurut Armiyadi (Wakil Komisi III DPRA), Qanun tentang Legalitas Tambang Rakyat sudah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Prioritas Tahun 2026. Para pihak berharap seluruh elemen masyarakat Aceh, mulai dari akademisi, legislatif, eksekutif, hingga pelaku tambang rakyat sendiri, bersatu mendorong percepatan pengesahan qanun tersebut.
“Kita tidak boleh menunggu hingga muncul bencana baru untuk sadar. Qanun ini adalah langkah nyata agar tambang rakyat di Aceh dapat memberikan maslahat, bukan mudarat,” tambah Wakil Komisi III DPRA dalam forum diskusi tersebut. (**)