Banda Aceh,- PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus mendorong terjadinya akselerasi pembangunan ekonomi di Provinsi Aceh. Lewat acara Sharia Economic dan Investment Forum 2023, BSI mengajak para stakeholders di Aceh untuk berkolaborasi serta mendapatkan masukan serta gagasan baru dalam memajukan perekonomian di Bumi Serambi Mekah.
Menurut Direktur Utama BSI Hery Gunardi, tema ‘Akselerasi Pembangunan Ekonomi Aceh’ yang diambil dalam acara Sharia Economic dan Investment Forum 2023 merupakan salah satu bentuk kesungguhan BSI dalam membantu pemerintah dalam membangun serta mengembangkan ekonomi Aceh. Menurut Hery, salah satu cara dalam membangun perekonomian sebuah provinsi adalah dengan membuka pintu dan memperbaiki iklim investasi di daerah tersebut.
“Konsep investasi di dalam Islam merupakan sebuah upaya seorang Muslim untuk mensejahterakan dirinya dan juga menebarkan kemakmuran dan kesejahteraan di lingkungan sekitar, atau yang dikenal dengan konsep Istismar dan Isti’mar,” kata Hery.
Aceh, lanjut Hery, merupakan provinsi yang sangat unik dan berbeda dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Kekhasan dan keunikan tergambar dari provinsi yang memiliki populasi 5,27 juta jiwa ini merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki status kekhususan atau otonomi khusus, utamanya pada urusan agama, budaya, dan pendidikan.
Kekhususan Aceh yang dapat menerapkan syariat Islam bagi masyarakat Muslim, salah satunya diimplementasikan pada sektor ekonomi. Diberlakukannya Qanun No.11/2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah adalah penegasan komitmen Aceh dalam penegakkan dan pengimplementasian ekonomi dan keuangan syariah secara universal-integral, yang pada Q3-2022 pertumbuhan ekonominya berkisar 2,13 persen YoY.
“Kondisi ini juga tentunya menjadi jembatan bagi industri perbankan syariah, khususnya Bank Syariah Indonesia sebagai bank syariah nasional terbesar di Aceh, yang saat ini memiliki 163 outlet yang tersebar di berbagai daerah di Aceh, untuk dapat memaksimalkan perannya dalam memberikan pembiayaan terhadap beberapa sektor ekonomi potensial industri halal di Aceh seperti perdagangan eceran/besar makanan dan minuman, perdagangan eceran teksti/produk tekstil, perdagangan jasil pertanian, perkebunan, bahan pangan, peternakan, dan masih banyak lainnya,” ucapnya.
Karenanya, BSI membutuhkan masukan serta gagasan-gagasan dari seluruh stakeholders di Aceh untuk bisa bersama-sama dan berkolaborasi membangun iklim investasi yang berkelanjutan. Ini untuk mempercepat pemulihan, pengembangan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di provinsi yang ada ujung barat Indonesia tersebut.
“Kami berkomitmen dalam membangun perekonomian di Aceh, hanya BSI bank yang memiliki kantor perwakilan di Aceh dan mengambil konsep green building. Di Aceh juga UMKM Center BSI pertama dibangun, tempat para pengusaha dan calon pembeli melakukan jual-beli, kami juga membantu pemasaran. Kita sudah memberi banyak pembiayaan untuk Aceh agar masyarakat tidak perlu lagi mencari pembiayaan di luar Aceh,” tutur Hery.
Sementara Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia menyebut kondisi ekonomi dunia di tahun 2023 sedang tidak baik-baik saja karena adanya banyak permasalahan seperti konflik Rusia-Ukraina, perubahan iklim, pasca pandemi Covid-19, dan yang sedang panas adalah potensi konflik China-Taiwan. Namun, lanjut Bahlil, perekonomian Indonesia memiliki harapan karena pertumbuhan di Q3/2022 pertumbuhan ekonomi masih di angka 5,72 persen dan inflasi di bawah angka 6 persen.
“Kalau bisa dibilang sebenarnya ekonomi Indonesia masih baik-baik saja kalau dikelola secara baik,” tuturnya.
Menurut Bahlil, pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipacu oleh investasi dalam negeri yang sudah menyebar di seluruh Indonesia. Sejak tahun 2020 lalu, realisasi investasi dalam negeri sudah diarahkan ke luar Pulau Jawa. Di tahun 2022, realisasi investasi di Indonesia mencapai Rp 1.207 triliun melebihi target yang ditetapkan oleh presiden di angka Rp 1.200 triliun. Untuk kebijakan negara ke depan adalah membangun investasi dengan basis hilirasi, karena mampu menciptakan lapangan kerja, memberi nilai tambah, dan memberikan kesejahteraan pada masyarakat.
“Sampai tahun 2019 investasi di Pulau Jawa masih lebih besar. Tapi sudah ada instruksi dari Presiden Jokowi di tahun 2020 kita melakukan penetrasi dan sejak Q3/2020 investasi di luar Pulau Jawa lebih besar investasinya. Dulu saya selalu berpikir bahwa seolah-olah keadilan ekonomi tidak merata dan terkesan Jawa sentris, tapi sekarang investasi kita buat menjadi Indonesia sentris. Sekarang 5 besar realisasi investasi asing berada di Provinsi Sulawesi Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Maluku Utara,” paparnya.
Investasi di Aceh, kata Bahlil, masih jauh dari kata maksimal. Karena di tahun 2022 lalu investasi Tanah Rencong hanya Rp 6,2 triliun dan menempati urutan ke 27 dari 34 provinsi di Indonesia. Bahlil juga menyebut bila Aceh dan Papua memiliki kemiripan yang sangat kental. Otonomi khusus yang didapatkan kedua provinsi tersebut sekarang adalah hasil dari yang proses panjang, dan salah satu yang terus dikejar adalah kesejahteraan
“Kita ini merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia makanya sekarang kita sedang coba untuk investor dari Timur Tengah, tapi yang datang malah dari Korea Selatan, Jepang, Eropa, dan Amerika, mereka-mereka ini yang malah agresif. Makanya sekarang kita sedang cari formulasi lain,” tuturnya.
“Saya akan menawarkan industri di aceh tapi keuangannya dari bank syariah, fokusnya pada hilirasi, smelter, atau yang lain dari bahan baku yang ada di Aceh,” tutup Bahlil.
Sampai dengan saat ini, BSI telah menyalurkan pembiayaan di Provinsi Aceh hampir sebesar Rp 17 triliun. Di samping itu, aset BSI di Provinsi Aceh sekitar Rp 18,3 triliun, dana pihak ketiga mencapai lebih dari Rp 16 triliun, dengan total nasabah sekitar 2,9 Juta nasabah.